Aku bersender ketempat tidurku.. Berkali-kali Sian menelponku, aku tak mau mengangkatnya. Sebenernya cukup sulit. Tapi aku mencoba melupakannya.
Esoknya disekolah aku melihat Sian duduk termenung dibangku taman, sempat beberapa teman mengajaknya berbicara, tapi saat teman-temannya beranjak pergi, dia tidak ikut pergi.
Kali ini aku peduli, semakin sulit untuk bisa lupa padanya. Sekilas aku ingat pada kata-kata manisnya, saat ia memarahiku karena tidak hati-hati ketika naik sepeda. Ketika ia tersenyum padaku saat aku gagal lolos lomba sains dan aku menangis sekeras-kerasnya, dan dia hanya tersenyum. Aku rindu padanya !
Ah, cinta itu memang menjebak. Aku seperti diubah menjadi perempuan bodoh ! Hmm.. Sepertinya memang aku sudah bodoh.
Pulang sekolah, seperti biasa aku tetap menunggu di pintu kelasku. Aku belum mau beranjak, begitu juga Sian, entah kenapa dia selalu menunggu didalam kelas padahal bel pulang sudah dibunyikan 30 menit yang lalu.
Sesekali aku menatapnya, tapi kali ini dia tertunduk. Aku mulai bingung. Pertama dia jauh lebih perhatian padaku. Kedua dia bilang masih menyayangiku. Ketiga dia sering termenung disekolah. Ada apa denganmu?!
Aku mulai melangkah pergi.. Tapi.....
"Vara!" Panggil Sian.
Aku menengok, dia mendekatiku. Wajahnya pucat. Entah kenapa aku sangat sulit berbicara..
"Aku.. Minta maaf.. Maaf kalau kau kecewa.." Lanjutnya dengan suara yang serak.
Aku tidak menjawab, melainkan menatap tajam matanya. Aku menemukan sesuatu yang aneh darinya.
"Kita.. Kita tidak mungkin bisa bersama selamanya. Karena itu aku minta maaf."
Aku masih belum nejawabnya, tapi aku menunjukan ekspresi bingung yang tepat.
"Aku sayang kamu. Kita tidak harus saling melupakan. Kita hanya perlu merelakan." Jawabnya dengan mata menahan rasa sakit.
Seketika ia ambruk. Aihh, seperti sinetron ! Tapi aku serius merasakan keanehan. Kenapa dengan Sian?
"Vara.. Kamu mau kan maafin aku?" Tanya Sian.
"Aku, aku.." Mulutku sulit berkata-kata.
"Vara, tolong.."
"Tapi kenapa kamu putusin aku kalau kamu masih sayang? Kamu taukan kalau aku sayang sama kamu?"
"Aku tau. Karena itu kita harus selesai.." Jawab Sian singkat.
Dia memejamkan matanya, dipangkuanku. Tanpa sadar aku meneteskan air mata.
"Sian? Sian? Sian kamu kenapa? Sian !" Teriakku.
Sebulan kemudian, aku mengunjungi makam Sian. Aku menatap nisannya. Aku bahagia, kali ini bukan karena dendam. Cinta memang jebakan, dan Sian menjebakku kedalam permainannya agar aku membencinya dan melupakannya. Sayang aku tidak tau skenario dan peranku.
Aku harap Sian bahagia dengan kehidupan barunya.. Karena aku membencinya.. Membencinya karena aku begitu mencintainya.. ♥
Tidak ada komentar:
Posting Komentar