Aku duduk termenung dikelas. Kelas masih sepi, karena memang masih sangat pagi untuk memulai hari. Seperti biasa aku memainkan penggarisku, lagi dan lagi. Aku benar-benar malas untuk memulai hari ini.
Aku teringat dengan Ryuga, aku mulai bosan menunggunya. Menunggunya untuk tau perasaanku padanya. Aku termenung, terdiam, kehilangan pikiranku sesaat.
"Hei, jangan berdiam diri." Kata Yuka mengagetkanku.
"Yuka.." Aku tersenyum kecil.
"Apa yang terjadi? Apa yang sedang kau pikirkan?" Tanya Yuka padaku.
"Aku, aku memikirkan Ryuga." Jawabku.
"Ryuga? Lagi?"
"Iya, aku mulai bosan menunggunya."
"Kalau begitu lupakan saja dia." Jawaban Yuka mengagetkanku.
"Caranya? Sepertinya tidak mudah."
"Move on." Jawab Yuka lagi.
"Move on?"
"Iya, cari seseorang yang bisa membuatmu berpindah hati darinya. Cepat atau lambat kau akan melupakannya."
"Tapi pada siapa?" Aku memutar otakku, berharap ada nama yang bisa aku jadikan tempat untuk move on.
Aku terus mencoba, dari mulai pelajaran sampai bel sekolah berbunyi.
Aku pulang, dengan semangat yang sangat redup, sebentar-sebentar aku mengingat Ryuga. Wajahnya kadang membutku kesal dan ingin menangis. Dia perhatian, tapi tidak pengertian. Ya ampun, sulit untuk mengerti ini semua.
Aku terus memutar otakku. Apa yang harus aku lakukan dan siapa yang akan ku jadikan tempat untuk move on. Perasaanku padanya sudah sangat dalam, dan ini benar-benar sulit untuk dilakukan. Sepertinya ini pertimbangan berat untukku. Aku sudah menunggunya sejak kelas 7, sudah pasti tidak mudah untuk melepaskannya dari pikiranku.
Esoknya aku bertemu dengan Ryuga di lorong sekolah. Aku menatapnya, begitu juga ia menatapku. Kami saling tersenyum, senyuman salah tingkah. Semakin sulit rasanya untuk menghilangkan ia dari pikiranku. Tapi aku sudah sangat terluka.
"Bagaimana? Berhasil tidak?" Tanya Haruna.
"Kami sudah dengar dari Yuka. Ayo katakan.." Tambah Karin penasaran.
"Sepertinya belum." Lanjut Fuka.
Aku menggeleng dengan senyuman. Mereka semua seperti kurang senang dengan jawabanku.
"Kenapa? Apa sesulit itu? Kau tidak lelah menunggunya?" Tanya Haruna lagi.
"Sepertinya bukan tidak bisa, tapi aku tidak mau." Jawabku.
"Kami hanya takut kau terluka." Ucap Fuka.
"Tenang saja, kalau memang akan terluka, itu tidak masalah sama sekali. Setidaknya bukan kalian yang terluka." Ujarku dengan senyuman.
Aku membalikkan badan, berdiam diri, memalingkan pandanganku dari mereka, mengelap air mataku.
"Waktuku mencintaimu telah habis. Aku akan lupakan dirimu." Ucapku pelan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar